Wisuda

Siswa Bodoh
2 min readOct 17, 2023

--

Dulu ketika H-1 pernikahan Fatan Winarto di Serang, ada punchline lucu yang muncul di akhir pembicaraan saya dengan Opang. Premis-premis yang dibangun adalah peratapan nasib mahasiswa kelewat akhir yang belum lulus. Salah satu premisnya adalah : “Iri banget ya liat orang-orang pada diwisuda, banyak yang nyelametin, banyak yang ngasih bunga.”. Set-up : “Ada gak ya yang kasih ucapan selamat buat kita nanti?”. Punchline : “Mana ada cok, apa yang mau dibanggain dari lulus telat!”. Wkwkwk. Asli itu lucu banget saat itu. Kuliah kok lama banget, itu kuliah apa cicilan motor. Plot-twistnya si Opang banyak yang datengin pas wisuda. Malah jadi premis baru buat saya, haha.

Jujur saya tidak daftar wisuda. Alih-alih lupa daftar wisuda seperti Afra Kamili, saya secara sadar memang memilih untuk tidak ikut wisuda. Alasan-alasan klasik seperti hambur-hambur uang, hanya untuk melihat rektor berbicara atau numpang tidur di sabuga. Alasan menyedihkan karena tidak ada yang akan kasih bunga dan isinya adik tingkat semua. Alasan bodoh karena dengan tidak ikut wisuda bisa jadi premis stand-up. Sampai alasan radikal bahwa wisuda itu haram karena tidak ada di zaman rosul, semua saya gunakan.

Tapi di luar daripada itu, saya merasa bahwa perasaan saya ketika lulus SMP, SMA, dan kuliah betul-betul berbeda, jauh berbeda. Ketika saya lulus SMP, saya pernah menangis di pelukan sahabat saya yang sudah tidak pernah saya kontak lagi sampai saat ini. Dia adalah orang yang memantik saya untuk selalu ambisius menjalani kehidupan. Sayangnya dia tidak melanjutkan di SMA yang sama. Di SMP juga tidak ada momen perayaan wisuda secara formal, hanya acara hangat nan sederhana yang inisiatif angkatan lakukan di malam hari.

Lulus SMA agak berbeda, diselenggarakan wisuda secara formal tapi tidak ada perasaan yang begitu dalam ketika saya melepas teman-teman saya, hanya salam formalitas dan peluk maaf pelunas hutang (bangsat memang strekter wkwk). Saya menangis, tapi bukan menangis sedih, melainkan tangis bahagia campur pilu. Sadar bahwa momen-momen bodoh di SMA (+ SMP) betul-betul tidak akan terulang lagi.

Lalu entah kenapa di akhir-akhir masa ini, sebelum saya melepas status mahasiswa saya, tidak ada perasaan yang perlu saya rayakan secara berlebihan (bukan berarti wisuda -dalam konteks kalian- itu berlebihan ya). Mungkin karena tenggat waktu antara saya sidang (Maret) dengan wisuda (Oktober) sudah terlampau lama. Vibes “Akhirnya gua lulus dari kampus ini!!” sudah hilang entah kemana. Prosesi wisuda di sabuga, syukwis fakultas, dan arak-arakan pun, saya pikir tidak perlu saya ikuti, saya pesimis untuk bisa menikmati. Saya pikir, akumulasi perasaan saya selama 5 tahun tidak dimanifestasikan dengan ‘Wisuda’. Mungkin hanya sekedar foto bersama Bunda dan adik-adik sudah cukup untuk saya.

Oiya saya lupa, sebetulnya saya punya obsesi untuk stand-up di hadapan para wisudawan sih. Tapi saya masih pesimis bisa membuat materi yang rapih. Meskipun sayang banget ya, mubazir jokes haha.

Tapi kita lihat saja nanti, apakah saya betul-betul akan menyesal bahwa saya tidak ikut serangkaian kegiatan wisuda. Pun saya menyesal, kan bisa jadi premis baru ya, hahaha.

--

--